
Jakarta, indopopuler-Ketua Ikatan Cendekiawan Muslim Indonesia (ICMI), Arif Satria, baru-baru ini mendorong perlunya penataan ulang sistem politik Indonesia. Dalam pernyataannya pada Silaturahmi Kerja Nasional ICMI di Bogor, Jawa Barat, Arif mengungkapkan bahwa sistem politik yang diterapkan saat ini masih cenderung bersifat transaksional dan belum dapat menciptakan demokrasi yang substansial.
Hal ini, menurutnya, dapat menghambat kemajuan negara dan memperburuk kualitas kepemimpinan di tingkat daerah.
Tantangan Sistem Politik yang Masih Tradisional
Arif menjelaskan bahwa sistem politik Indonesia saat ini memiliki karakteristik yang tidak ideal, salah satunya adalah tingginya biaya yang diperlukan dalam penyelenggaraan Pemilu, terutama pada Pilkada. Biaya yang sangat besar ini berpotensi memunculkan praktik korupsi, seperti yang telah terbukti dari catatan sejarah penyelenggaraan Pilkada sejak 2004.
Berdasarkan data yang dimiliki ICMI, terdapat lebih dari 600 kasus korupsi yang melibatkan kepala daerah di seluruh Indonesia. Bahkan, 167 bupati dan wali kota telah tersandung kasus korupsi dan masuk ke dalam radar KPK.
Mengapa Ini Menjadi Masalah?
Fenomena transaksional dalam politik Indonesia, seperti praktik politik uang, semakin memperburuk kondisi demokrasi. Dalam setiap kontestasi politik, kandidat yang hendak maju seringkali harus mengeluarkan biaya yang sangat besar untuk mendapatkan dukungan.
Hal ini tidak hanya mencederai kepercayaan publik terhadap integritas pemimpin, tetapi juga menciptakan ketergantungan antara pemimpin dan pendukungnya, yang akhirnya membuka ruang bagi korupsi dan penyalahgunaan kekuasaan.
Solusi: Membangun Sistem Politik yang Lebih Efisien dan Transparan
ICMI berpendapat bahwa untuk mencapai demokrasi yang lebih berkualitas dan substantif, Indonesia membutuhkan sistem politik yang lebih efisien, transparan, dan bebas dari transaksi politik yang merugikan masyarakat. Penataan ulang sistem politik, yang meliputi pembenahan dalam struktur Pilkada dan Pemilu, adalah langkah awal yang sangat penting. Dengan cara ini, kita bisa mengurangi biaya politik yang tinggi dan mencegah praktik-praktik negatif yang selama ini terjadi.
Selain itu, penting untuk menciptakan mekanisme yang lebih efektif dalam memilih pemimpin, yang tidak hanya mengutamakan popularitas, tetapi juga integritas dan kemampuan untuk memimpin dengan prinsip-prinsip yang jelas. Demokrasi yang substansial adalah demokrasi yang memberikan ruang bagi rakyat untuk benar-benar memilih pemimpin yang mampu membawa perubahan positif dan mengutamakan kepentingan publik, bukan semata kepentingan politik.
Kesimpulan: Arah Baru bagi Demokrasi Indonesia
perubahan terhadap sistem politik Indonesia perlu segera dilakukan untuk memastikan bahwa demokrasi yang kita jalani bukan sekadar rutinitas yang transaksional, melainkan sebuah sistem yang melibatkan partisipasi publik secara aktif dan menghasilkan pemimpin yang berkualitas. Dengan menata ulang sistem ini, Indonesia dapat memperbaiki kualitas pemerintahan, mengurangi korupsi, dan menciptakan pemerintahan yang lebih responsif terhadap kebutuhan rakyat.
Bagi pemimpin dan pengambil keputusan di sektor publik dan bisnis, ini juga merupakan kesempatan untuk mendorong terciptanya sistem yang lebih transparan, efisien, dan akuntabel—yang pada akhirnya akan memperkuat posisi Indonesia dalam peta global.